ORGANISME
PENGGANGGU TUMBUHAN
HAMA
ULAT GRAYAK (SPODOPTERA LITURA)
PADA
TANAMAN CABAI
A.
Arti
Penting
Klasifikasi ulat
grayak (Spodoptera litura) pada
tanaman cabai (Capsicum
annum) adalah sebagai berikut :
Kingdom : Animalia
Divisio :
Arthropoda
Kelas : Insekta
Ordo :
Lepidoptera
Famili : Noctuidae
Genus : Spodoptera
Spesies : Spodoptera litura
Spodoptera adalah ngengat yang termasuk
dalam suku Noctuidae. Larvanya (ulatnya)
dikenal sebagai hama yang sangat
merusak. Ulat yang tidak
berbulu oleh awam biasa disebut ulat
tentara atau ulat grayak.
Ulat grayak (Spodoptera litura) merupakan salah satu
hama yang menyerang tanaman cabai. Ulat grayak (Spodoptera litura) menyerang tanaman pada malam hari, sedangkan
pada siang hari berada di dalam tanah. Pada umumnya, ulat grayak menyerang satu
tanaman secara bersama-sama sampai seluruh daun tanaman tersebut habis, baru
kemudian ke tanaman lain. Ulat ini berumur 20 hari selama hidupnya menyerang
tanaman.
B.
Gejala
Hama ulat grayak
menyerang daun dan buah cabai. Serangannya ditandai dengan daun-daun yang
terlihat berwarna agak putih, karena yang tertinggal hanya selaput daun bagian
atas. Bagian daging daun sebelah bawah telah dimakan oleh ulat ini. Pada awal
serangan daun terlihat berlubang-lubang, lama kelamaan hanya tertinggal
tulang-tulang daun. Hama
ini menyerang bagian daun tanaman cabai secara bergerombol. Daun yang terserang
berlubang dan meranggas.
Pada serangan parah, biasanya terjadi saat musim kemarau, menyebabkan
defoliasi daun yang sangat berat. Serangan ulat yang masih kecil mengakibatkan
bagian daun tanaman cabai yang tersisa tinggal epidermis bagian atas dan tulang
daunnya saja. Ulat yang besar memakan tulang daun. Serangan berat dapat
mengakibatkan tanaman menjadi gundul.
Ulat grayak disebut juga dengan nama ulat tentara. Seperti
halnya jenis hama ulat lain, hama ini menyerang tanaman cabai pada malam hari,
sedang siang harinya beresembunyi di balik mulsa atau di dalam tanah. Hama ini
bersifat polifag (mempunyai kisaran inang yang cukup luas). Jika daun suatu
tanaman rusak, maka tanaman tidak dapat fotosintesis dan tidak dapat
meningkatkan produktivitas tanaman tersebut.
C.
Biologi
(Ciri-ciri Karakteristik) Ulat Grayak (Spodoptera
litura)
Serangga dewasa jenis Spodoptera litura, memiliki ukuran panjang badan 20 -
25 mm, berumur 5 - 10 hari dan untuk seekor serangga betina jenis ini dapat
bertelur 1.500 butir dalam kelompok-kelompok 300 butir. Serangga ini sangat
aktif pada malam hari, sementara pada siang hari serangga dewasa ini diam
ditempat yang gelap dan bersembunyi.
Larva Spodoptera litura memiliki jumlah instar 5 dengan
ukuran instar 1 panjang 1,0 mm dan instar 5 panjang 40 - 50 mm berwarna coklat
sampai coklat kehitaman dengan bercak-bercak kuning dan berumur 20 - 26 hari.
Sepanjang badan pada kedua sisinya masing-masing terdapat 2 garis coklat muda.
Ciri khas ulat
grayak ini adalah terdapat bintik-bintik segitiga berwarna hitam dan bergaris-garis kekuningan pada sisinya.
Sedangkan ulat dewasa berwarna abu-abu gelap atau cokelat. Larva akan menjadi
pupa (kepompong) yang dibentuk di bawah permukaan tanah. Daur hidup dari telur
menjadi kupu-kupu berkisar antara 30 hari hingga 61 hari. Stadium yang
membahayakan dari hama Spodoptera litura adalah
larva (ulat) karena menyerang secara bersama-sama dalam jumlah yang sangat
besar untuk menunjang metamorfosisnya. Ulat ini memangsa segala jenis tanaman
(polifag), termasuk menyerang tanaman cabai.
Daur hidup ulat
grayak (Spodoptera litura) dapat
dilihat dari bagan berikut ini :
1.
Telur
Telur berbentuk
hampir bulat dengan bagian dasar melekat pada daun (kadang- kadang
tersusun dua lapis), berwarna coklat kekuningan. Telur
diletakkan pada bagian daun atau bagian tanaman lainnya, baik pada tanaman inang maupun
bukan inang. Bentuk telur ber- variasi.
Kelompok telur tertutup bulu seperti
beludru yang berasal dari bulu-
bulu tubuh bagian ujung ngengat betina, berwarna kuning kecoklatan.
Produksi telur mencapai 3.000 butir per induk betina, tersusun
atas 11 kelompok dengan rata-rata 25 -200 butir per kelompok. Stadium telur
berlangsung selam 3 hari (2;10;12). Setelah telur menetas, ulat tinggal untuk
sementara waktu di tempat telur diletakkan. Beberapa hari kemudian, ulat
tersebut berpencaran.
2.
Larva
Larva mempunyai warna yang bervariasi, memiliki kalung (bulan
sabit) berwarna hitam pada segmen
abdomen keempat dan kesepuluh
.Pada sisi lateral dorsal
terdapat garis kuning. Ulat yang baru menetas berwarna hijau muda, bagian sisi
coklat tua atau hitam kecoklatan, dan hidup
berkelompok. Beberapa hari setelah
menetas (bergantung ketersediaan makanan), larva menyebar
dengan menggunakan benang
sutera dari mulutnya. Pada siang hari, larva bersembunyi di dalam tanah atau tempat yang lembap dan menyerang tanaman pada malam hari
atau pada
intensitas cahaya matahari yang rendah. Biasanya ulat berpindah ke
tanaman lain secara bergerombol dalam jumlah besar.
Stadium ulat terdiri atas 6 instar yang berlangsung selama
14 hari. Ulat instar I, II dan III, masing-masing berlangsung sekitar 2 hari.
Ulat berkepompong di dalam tanah. Stadia kepompong dan ngengat, masing-masing
berlangsung selama 8 dan 9 hari. Ngengat meletakkan telur pada umur 2-6 hari.
Warna dan perilaku ulat
instar terakhir mirip ulat tanah
Agrothis ipsilon, namun
terdapat perbedaan yang cukup mencolok, yaitu pada ulat grayak terdapat
tanda bulan sabit berwarna hijau
gelap dengan garis punggung
gelap memanjang. Pada umur 2 minggu,
panjang ulat sekitar 5 cm. Ulat berkepompong di dalam tanah,
membentuk pupa tanpa
rumah pupa (kokon), berwarna coklat
kemerahan dengan panjang sekitar 1,60
cm. Siklus hidup berkisar antara 30-60 hari (lama stadium telur
2-4 hari). Stadium larva
terdiri atas 5 instar yang berlangsung
selama 20--46
hari. Lama stadium pupa 8-11 hari.
3.
Ngengat
Seekor ngengat betina
dapat meletakkan 2.000--3.000
telur. Sayap ngengat bagian
depan berwarna coklat atau keperakan, dan sayap belakang
berwarna keputihan dengan bercak hitam. Kemampuan terbang ngengat
pada malam hari mencapai 5 km
D.
Faktor
yang Berpengaruh Terhadap Perkembangan Ulat Grayak (Spodoptera litura)
Pertumbuhan populasi
ulat grayak (Spodoptera litura) sering dipicu
oleh situasi
dan kondisi
lingkungan, yakni:
1. Cuaca panas. Pada kondisi
kering dan suhu tinggi,
metabolisme serangga hama meningkat sehingga
memperpendek siklus
hidup. Akibatnya jumlah
telur yang dihasilkan meningkat dan akhirnya mendorong peningkatan populasi.
2. Penanaman tidak serentak dalam satu
areal yang luas. Penanaman tanaman seperti kedelai yang
tidak serentak menyebabkan tanaman
berada pada fase pertumbuh-
an yang berbeda-beda sehingga
makanan ulat grayak selalu tersedia di lapangan. Akibatnya, pertumbuhan
populasi hama makin meningkat kare-
na makanan tersedia sepanjang musim.
3. Aplikasi
insektisida. Penggunaan
insektisida yang kurang
tepat baik jenis maupun dosisnya, dapat memati-
kan musuh alami serta meningkatkan
Tanaman
inang dari ulat grayak (Spodoptera litura)
adalah cabai, kubis, padi, jagung, tomat, tebu, buncis, jeruk, tembakau, kapas,
bawang merah, terung, kentang, kacangkacangan (kedelai, kacang tanah),
kangkung, bayam, pisang, dan tanaman hias. Ulat grayak juga menyerang
berbagai gulma, seperti Limnocharis sp., Passiflora foetida,
geratum sp., Cleome sp., Clibadium sp., dan Trema
sp.
E.
Pengendalian
Ulat Grayak (Spodoptera litura)
Pengendalian secara terpadu terhadap hama ini dapat
dilakukan dengan cara sebagai berikut.
a.
Pengendalian dilakukan secara mekanis, yaitu mengumpulkan telur dan
ulat-ulatnya kemudian langsung membunuhnya. Dapat pula dilakukan dengan
pemangkasan daun yang telah menjadi sarang telur ngengat dan membakarnya
b.
Pengendalian dilakukan secara biologis,
yaitu dengan cara menyemprotkan Bacillus
thuringienis atau Borrelinavirus
litura
c.
Pengendalian dilakukan secara kultur teknis , yaitu menjaga kebersihan
kebun dari gulma dan sisa-sisa tanaman yang menjadi tempat persembunyia hama,
serta melakukan rotasi tanaman.
d.
Pengendalian dilakukan secara kimiawi,
yakni sebagai berikut.
1. Pemasangan
sex pheromone, yaitu perangkap ngengat (kupu-kupu) jantan. Sex pheromone
merupakan aroma yag dikeluarkan oleh serangga betina dewasa yang dapat
menimbulkan rangsangan seksual (birahi) pada serangga jantan dewasa untuk
menghmapiri dan melakukan perkawinan sehingga membuahkan keturunan. Sex phermne
ini berasal dari Taiwan yang di Indonesia diberi nama “Ugratas” (Ulat Grayak
Beratas Tuntas) berwarna “merah”. Sex pheromone ini sangat efektif untuk
dijadikan perangkap kupu-kuu dewasa dari ulat grayak (S. litura). Cara pemaagan Ugratas merh in adalah dimasukkan ke
dalam botol bekas Aqua volume 500 cc yang diberi lubang kecil untuk tempat
masuknya kupu-kupu janta. Satu hektar kebun cabai cukup dipasang 5 buah hingga
10 buh Ugratas merah dengan cara digantungkan sedikit lebih tinggi di atas
tanaman cabai. Daya tahan (efektivitas) Ugratas ini ±tiga minggu dan tiap malam
bekerja efektif sebagai perangkap ngengat jantan. Keuntungan penggunaa Ugratas
ini, antara lain, adalah aman bagi manusia dan ternak, tidak berdampak negatif
tehadap lingkungan, dapa meekan penggunaan insektisida tidak menimbulkan
kekebalan hama, dan dapat memperlambat perkembangan hama tersebut.
2. Penyemprotan
insektisisda yang mangkus dan sangkil seperti Hostathion 40EC 2 cc/lt atau
Orthene 75 SP 1 gr/lt. dapat pula dengan menggunakan pestisida yang lain,
misalnya Azodrin, Curracron 500 EC, Exalux 25 EC, dan lain-lain
3. Pembuatan
perangkap ulat grayak, yaitu dengan cara pembuatan parit sepanjang sisi kebun
dengan lebar 60 cm dan dalam 45 cm. Ulat grayak yang masuk ke dalam parit
dimatikan dengan menggulung kayu bulat yang digerakkan maju mundur di atas ulat
grayak. Cara lain adalah paritnya diisi dengan jerami atau bahan lainnya yang
mudah terbakar, lalu dibakar hingga ulat grayaknya mati.
4. Pembersihan
gulma supaya tidak menjadi tempat berkembang biak dan berembunyi ngengat dan
ulat.
5. Pengolahan
tanah secara baik sehingga dapat membunuh kepompong ulat grayak yang
bersembunyi di dalam tanah.
ORGANISME
PENGGANGGU TUMBUHAN
PENYAKIT
ANTRAKNOSA OLEH CENDAWAN COLLETOTRICHUM CAPSICI
PADA
TANAMAN CABAI
A.
Arti
Penting
Antraknosa pada cabai merupakan penyakit yang paling sering
ditemukan dan hampir selalu terjadi disetiap areal tanaman cabai. Penyakit
Antraknosa ini disebabkan oleh cendawan Colletotrichum
capsici (Syd.) Bult.et.Bisby. Penyakit ini selain mengakibatkan penurunan
hasil juga dapat merusak nilai estetika dari cabai itu sendiri. Serangan
patogen ini dapat terjadi baik sebelum maupun setelah panen. Penurunan hasil
akibat antraknosa dapat mencapai 50 persen atau lebih.
Klasifikasi cendawan Colletotrichum capsici pada
tanaman cabai (Capsicum annum) adalah sebagai berikut :
Kingdom : Fungi
Divisio :
Achomycota
Kelas :
Sodaliomychetes
Ordo :
Phyllachorallet
Famili :
Phyllachoraceae
Genus : Colletotrichum
Spesies : Colletotrichum
capsici
Cendawan Colletotrichum capsici yang terdapat pada tanaman Cabai (Capsicum
annum) ini mampu bertahan dalam biji, sehingga
peyebarannya melalui biji yang dijadikan benih (seed borne diseases). Cendawan antraknosa memiliki kemampuan
bertahan di tanaman inang yang terinfeksi atau batang cabai yang terinfeksi.
Pada umumnya
cendawan ini menginfeksi semai yang tumbuh dari biji buah yang sakit.
Cendawan ini juga menyerang daun dan batang, hingga buah tanaman dan dapat mempertahankan dirinya dalam
sisa-sisa tanaman sakit. Penyakit ini sangat berbahaya dan
memiliki daya merusak berat terhadap produksi. Selain itu, penyakit ini
bersifat laten, yakni mampu bertahan lama dalam jaringan tanaman dalam betuk
acervuli yang kemudian dapat ditumbuhi mycelium.
Spora penyebab antraknosa memiliki zat perekat, sehingga dengan mudah dapat
melekat dan berpindah melalui pekerjaan peralatan pertanian, udara, dan angin.
Selain kemampuan menyebar yang cepat, populasi penyakit ini mampu bertahan
dalam tanah. Spora ditanaman inang akan cepat berkecambah dan melakukan infeksi
dalam waktu yang singkat, yakni sekitar 5 hari.
B.
Gejala
Cendawan Colletotrichum
capsici dapat menginfeksi cabang, ranting, daun dan buah. Infeksi pada buah
terjadi biasanya pada buah menjelang tua dan sesudah tua. Gejala diawali berupa
bintik-bintik kecil yang berwarna kehitam-hitaman dan sedikit melekuk. Serangan
yang lebih lanjut mengakibatkan buah mengerut, kering, membusuk dan jatuh. Keberadaan
penyakit busuk buah terutama dipicu oleh iklim mikro di pertanaman yang lembap,
temperature tinggi, cuaca berkabut, dan berembun.
Bercak berbentuk bundar atau cekung dan berkembang pada buah
yang belum dewasa/matang dari berbagai ukuran. Biasanya bentuk bercak beragam
pada satu buah cabai. Ketika penyakit mengeras, bercak akan bersatu. Massa
spora jamur berwarna merah jambu ke orange terbentuk dalam cincin yang
konsentris pada permukaan bercak. Bercak yang sudah menua, aservuli akan
kelihatan. Dengan rabaan, akan terasa titik-titik hitam kecil, di bawah
mikroskop akan tampak rambut-rambut halus berwarna hitam. Spora terbentuk cepat
dan berlebihan dan memencar secara cepat pada hasil cabai, mengakibatkan
kehilangan sampai 100%. Bercak dapat sampai ke tangkai dan meninggalkan bintik
yang tidak beraturan berwarna merah tua dengan tepinya berwarna merah tua gelap.
Mekanisme cendawan Colletotrichum capsici menyerang pada tanaman
Cabai (Capsicum annum) adalah cendawan pada buah masuk ke dalam ruang biji
dan menginfeksi biji. Kelak cendawan menginfeksi semai yang tumbuh dari
biji buah yang sakit. Cendawan menyerang daun dan batang, kelak dapat
menginfeksi buah-buah. Cendawan hanya sedikit sekali mengganggu tanaman
yang sedang tumbuh, tetapi memakai tanaman ini untuk bertahan sampai
terbentuknya buah hijau.
Tetapi kelak setelah buah dipetik, karena kelembaban udara yang tinggi selama
disimpan dan diangkut, cendawan akan berkembang dengan cepat. Selain itu, cendawan dapat
mempertahankan diri dalam sisa-sisa tanaman sakit. Seterusnya konidium
disebarkan oleh angin.
Jadi dapat disimpulkan, gejala yang tampak pada serangan
penyakit antraknosa diantaranya:
-
Biji gagal berkecambah
-
Batang kecambah rapuh, sehingga mudah
rebah
-
Pucuk mati dan infeksinya menjalar ke
bagian bawah. Pada tahap awal, batang dan daun berwarna cokelat, lalu batang
mengering dan berwarna cokelat gelap kekeringan. Di bagian yang terserang
terlihat kulit batang membentuk tonjolan kecil.
-
Bercak di permukaan kulit buah melesak
kedalam daging buah dan membentuk lingkaran seperti terkena sengatan terik
matahari. Selain itu, terlihat busuk basah seperti lem yang berwarna kehitaman
disertai munculnya tonjolan berupa rambut hitam
-
Serangan terjadi menjelang buah masak.
Saat panen, buah cabai masih terlihat baik, tetapi beberapa hari kemudian
cenderung terjadi pembusukan secara drastis.
C.
Biologi
(Ciri-ciri Karakteristik) Cendawan Colletotrichum
capsici
Cendawan Colletotrichum capsici ini mempunyai ciri morfologi yang
struktur tubuhnya sangat kecil dan hidupnya sebagai parasit
obligat merupakan sifat jamur yang hanya dapat hidup pada inangnya saja,
serta mempunyai habitat yang sangat luas penyebarannya sampai keseluruh bagian
tumbuhan.
Pertumbuhan awal cendawan Colletotrichum capsici
membentuk koloni miselium yang berwarna putih dengan miselium yang timbul di
permukaan. Miselium terdiri dari beberapa septa, inter dan intraseluler hifa. Kemudian
secara perlahan-lahan miselium berubah menjadi hitam dan akhirnya berbentuk
aservulus. Aservulus dan stroma pada batang berbentuk hemispirakel dan ukuran
70-120 µm. Seta menyebar, berwarna coklat gelap sampai coklat muda, serta
terdiri dari beberapa septa dan ukuran +150 µm. Aservulus ditutupi oleh warna
merah muda sampai coklat muda yang sebetulnya adalah massa konidia. Konidia
berada pada ujung konidiofor. Konidia berbentuk hialin, uniseluler, ukuran 17-18 x 3-4 µm. Konidia dapat berkecambah
pada permukaan buah yang hijau atau merah tua. Tabung kecambah akan segera
membentuk apresorium.
Siklus hidup
cendawan Colletotrichum capsici
adalah sebagai berikut :
D.
Faktor
yang Berpengaruh Terhadap Perkembangan Cendawan Colletotrichum capsici
Untuk
pertumbuhan cendawan Colletotrichum
capsici sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor lingkungan, salah satunya
adalah pH. pH sangat penting dalam mengatur metabolisme dan sistem-sistem
enzim, bila terjadi penyimpangan pH,
maka proses metabolisme cendawan dapat terhenti. Sehingga untuk pertumbuhan maksimal
cendawan diperlukan pH yang optimum. pH optimal untuk pertumbuhan cendawan Colletotrichum capsici yang baik adalah pH 5-7.
Suhu optimum
untuk pertumbuhan cendawan ini antara 24-30ºC dengan kelembaban relatif antara
80-92 %. Penyakit kurang terdapat pada musim kemarau dan lahan yang mempunyai
drainase baik. Penyakit dapat dibantu
oleh angin dan hujan untuk penyebaran konidia. Keberadaan penyakit ini terutama
dipicu oleh iklim mikro di pertanaman yang lembap, temperature tinggi, cuaca
berkabut, dan berembun.
E.
Pengendalian
Cendawan Colletotrichum capsici
Pengendalian
yang dapat dilakukan pada tanaman cabai yang terserang Collectotrichum capsici yaitu :
1. Tanam
cabai di lahan yang bebas dari pathogen , baik yang di persemaian maupun di
lapangan produksi
2. Rendam
benih dalam air hangat (55° C) dan fungisida sistemik sebelum disemai.
3. Jangan
menanam cabai di lahan bekas pertanaman cabai atau komoditas yang sefamili
dengan cabai, seperti tomat, terung, dan tembakau
4. Lakukan
pergiliran tanaman
5. Amati
gejala serangan penyakit dan segera musnahkan tanaman yang terserang penyakit,
misalnya dengan membakar tanaman tersebut
6. Musnahkan
tanaman inang yang menjadi sumber penyakit ini, seperti Borreria sp. Dan Gromerila
singulata.
7. Semprot
tanaman dengan fungisida sehingga tanaman terhindar dari serangan, terutama
pada fase pematangan buah
8. Tanam
varietas yang toleran terhadap antraknosa. Sampai saat ini belum ada varietas
yang tahan terhadap penyakit antraknosa
9. Sanitasi.
10. Memperbaiki pengairan.
11. Menggunakan benih sehat.
12. Memanfaatkan Trichoderma dan Gliocladium
serta dapat pula dengan menggunakan varietas tahan.
DAFTAR
PUSTAKA
Agromedia. 2008.
Panduan Lengkap Budi Daya dan Bisnis
Cabai. Jakarta Selatan : PT
Agromedia Pustaka.
Cahyono,
Bambang. 2003. Cabai Rawit Teknik
Budidaya & Analisis Usaha Tani. Yogyakarta : Penerbit Kanisius.
Pracaya. 2007. Hama dan Penyakit Tanaman Edisi Revisi. Jakarta: Penebar Swadaya.
Rahmawati, Reny.
2012. Cepat & Tepat Berantas Hama
& Penyakit Tanaman. Yogyakarta : Penerbit Pustaka Baru Press.
Rukmana, Rahmat.
1996. Cabai Hibrida Sistem Mulsa Plastik.
Yogyakarta : Penerbit Kanisius.
Semangun, H.
1989. Penyakit-Penyakit Tanaman
Hortikultura di Indonesia. Yogyakarta : Gama Press.
sangat bagus sekali infonya kak makasih yah
BalasHapusElever