Jumat, 18 April 2014

HAMA ULAT GRAYAK (SPODOPTERA LITURA) DAN PENYAKIT ANTRAKNOSA OLEH CENDAWAN COLLETOTRICHUM CAPSICI PADA TANAMAN CABAI





ORGANISME PENGGANGGU TUMBUHAN
HAMA ULAT GRAYAK (SPODOPTERA LITURA)
PADA TANAMAN CABAI



A.    Arti Penting
Klasifikasi ulat grayak (Spodoptera litura) pada tanaman cabai (Capsicum annum) adalah sebagai berikut :
Kingdom   : Animalia
Divisio       : Arthropoda
Kelas         : Insekta
Ordo          : Lepidoptera
Famili        : Noctuidae
Genus        : Spodoptera
Spesies      : Spodoptera litura
Spodoptera adalah ngengat yang termasuk dalam suku Noctuidae. Larvanya (ulatnya) dikenal sebagai hama yang sangat merusak. Ulat yang tidak berbulu oleh awam biasa disebut ulat tentara atau ulat grayak.
Ulat grayak (Spodoptera litura) merupakan salah satu hama yang menyerang tanaman cabai. Ulat grayak (Spodoptera litura) menyerang tanaman pada malam hari, sedangkan pada siang hari berada di dalam tanah. Pada umumnya, ulat grayak menyerang satu tanaman secara bersama-sama sampai seluruh daun tanaman tersebut habis, baru kemudian ke tanaman lain. Ulat ini berumur 20 hari selama hidupnya menyerang tanaman.

B.     Gejala
Hama ulat grayak menyerang daun dan buah cabai. Serangannya ditandai dengan daun-daun yang terlihat berwarna agak putih, karena yang tertinggal hanya selaput daun bagian atas. Bagian daging daun sebelah bawah telah dimakan oleh ulat ini. Pada awal serangan daun terlihat berlubang-lubang, lama kelamaan hanya tertinggal tulang-tulang daun. Hama ini menyerang bagian daun tanaman cabai secara bergerombol. Daun yang terserang berlubang dan meranggas.
Pada serangan parah, biasanya terjadi saat musim kemarau, menyebabkan defoliasi daun yang sangat berat. Serangan ulat yang masih kecil mengakibatkan bagian daun tanaman cabai yang tersisa tinggal epidermis bagian atas dan tulang daunnya saja. Ulat yang besar memakan tulang daun. Serangan berat dapat mengakibatkan tanaman menjadi gundul.
Ulat grayak disebut juga dengan nama ulat tentara. Seperti halnya jenis hama ulat lain, hama ini menyerang tanaman cabai pada malam hari, sedang siang harinya beresembunyi di balik mulsa atau di dalam tanah. Hama ini bersifat polifag (mempunyai kisaran inang yang cukup luas). Jika daun suatu tanaman rusak, maka tanaman tidak dapat fotosintesis dan tidak dapat meningkatkan produktivitas tanaman tersebut. 

C.    Biologi (Ciri-ciri Karakteristik) Ulat Grayak (Spodoptera litura)
Serangga dewasa jenis Spodoptera litura, memiliki ukuran panjang badan 20 - 25 mm, berumur 5 - 10 hari dan untuk seekor serangga betina jenis ini dapat bertelur 1.500 butir dalam kelompok-kelompok 300 butir. Serangga ini sangat aktif pada malam hari, sementara pada siang hari serangga dewasa ini diam ditempat yang gelap dan bersembunyi. 
Larva Spodoptera litura memiliki jumlah instar 5 dengan ukuran instar 1 panjang 1,0 mm dan instar 5 panjang 40 - 50 mm berwarna coklat sampai coklat kehitaman dengan bercak-bercak kuning dan berumur 20 - 26 hari. Sepanjang badan pada kedua sisinya masing-masing terdapat 2 garis coklat muda.
Ciri khas ulat grayak ini adalah terdapat bintik-bintik segitiga berwarna hitam  dan bergaris-garis kekuningan pada sisinya. Sedangkan ulat dewasa berwarna abu-abu gelap atau cokelat. Larva akan menjadi pupa (kepompong) yang dibentuk di bawah permukaan tanah. Daur hidup dari telur menjadi kupu-kupu berkisar antara 30 hari hingga 61 hari. Stadium yang membahayakan dari hama Spodoptera litura adalah larva (ulat) karena menyerang secara bersama-sama dalam jumlah yang sangat besar untuk menunjang metamorfosisnya. Ulat ini memangsa segala jenis tanaman (polifag), termasuk menyerang tanaman cabai.
Daur hidup ulat grayak (Spodoptera litura) dapat dilihat dari bagan berikut ini :

1.       Telur
Telur berbentuk hampir bulat dengan bagian dasar melekat pada daun (kadang- kadang tersusun dua lapis), berwarna coklat kekuningan. Telur diletakkan pada bagian daun atau bagian tanaman lainnya, baik pada tanaman inang maupun bukan inang. Bentuk telur ber- variasi. Kelompok telur tertutup bulu seperti beludru yang berasal dari bulu- bulu tubuh bagian ujung ngengat betina, berwarna kuning kecoklatan.
Produksi telur mencapai 3.000 butir per induk betina, tersusun atas 11 kelompok dengan rata-rata 25 -200 butir per kelompok. Stadium telur berlangsung selam 3 hari (2;10;12). Setelah telur menetas, ulat tinggal untuk sementara waktu di tempat telur diletakkan. Beberapa hari kemudian, ulat tersebut berpencaran.

2.       Larva
Larva mempunyai warna yang bervariasi, memiliki kalung (bulan sabit) berwarna hitam pada segmen abdomen keempat dan kesepuluh .Pada sisi lateral dorsal terdapat garis kuning. Ulat yang baru menetas berwarna hijau muda, bagian sisi coklat tua atau hitam kecoklatan, dan hidup berkelompok. Beberapa hari setelah  menetas (bergantung ketersediaan makanan), larva menyebar dengan menggunakan benang sutera dari mulutnya. Pada siang hari, larva bersembunyi di dalam tanah atau tempat yang lembap dan menyerang tanaman pada malam hari atau pada intensitas cahaya matahari yang rendah. Biasanya ulat berpindah ke tanaman lain secara bergerombol dalam jumlah besar.
Stadium ulat terdiri atas 6 instar yang berlangsung selama 14 hari. Ulat instar I, II dan III, masing-masing berlangsung sekitar 2 hari. Ulat berkepompong di dalam tanah. Stadia kepompong dan ngengat, masing-masing berlangsung selama 8 dan 9 hari. Ngengat meletakkan telur pada umur 2-6 hari.
Warna dan perilaku ulat instar terakhir mirip ulat tanah Agrothis ipsilon, namun terdapat perbedaan yang cukup mencolok, yaitu pada ulat grayak terdapat tanda bulan sabit berwarna hijau gelap dengan garis punggung gelap memanjang. Pada umur 2 minggu, panjang ulat sekitar 5 cm. Ulat berkepompong di dalam tanah, membentuk pupa tanpa rumah pupa (kokon), berwarna coklat kemerahan dengan panjang sekitar 1,60 cm. Siklus hidup berkisar antara 30-60 hari (lama stadium telur 2-4 hari). Stadium larva terdiri atas 5 instar yang berlangsung selama 20--46 hari. Lama stadium pupa 8-11 hari.
3.       Ngengat


Seekor ngengat betina dapat meletakkan 2.000--3.000 telur. Sayap ngengat bagian depan berwarna coklat atau keperakan, dan sayap belakang berwarna keputihan dengan bercak hitam. Kemampuan terbang ngengat pada malam hari mencapai 5 km

D.    Faktor yang Berpengaruh Terhadap Perkembangan Ulat Grayak (Spodoptera litura)
Pertumbuhan populasi ulat grayak (Spodoptera litura) sering dipicu oleh situasi dan kondisi lingkungan, yakni:
1.      Cuaca panas. Pada kondisi kering dan suhu tinggi, metabolisme serangga hama meningkat sehingga memperpendek siklus hidup. Akibatnya jumlah telur yang dihasilkan meningkat dan akhirnya mendorong peningkatan populasi.
2.      Penanaman tidak serentak dalam satu areal yang luas. Penanaman tanaman seperti kedelai yang tidak serentak menyebabkan tanaman berada pada fase pertumbuh- an yang berbeda-beda sehingga makanan ulat grayak selalu tersedia di lapangan. Akibatnya, pertumbuhan populasi hama makin meningkat kare- na makanan tersedia sepanjang musim.
3.      Aplikasi insektisida. Penggunaan insektisida yang kurang tepat baik jenis maupun dosisnya, dapat memati- kan musuh alami serta meningkatkan
Tanaman inang dari ulat grayak (Spodoptera litura) adalah cabai, kubis, padi, jagung, tomat, tebu, buncis, jeruk, tembakau, kapas, bawang merah, terung, kentang, kacangkacangan (kedelai, kacang tanah), kangkung, bayam, pisang, dan tanaman  hias. Ulat grayak juga menyerang berbagai gulma, seperti Limnocharis sp., Passiflora foetida,  geratum sp., Cleome sp., Clibadium sp., dan Trema sp.



E.     Pengendalian Ulat Grayak (Spodoptera litura)
Pengendalian secara terpadu terhadap hama ini dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut.
a.       Pengendalian dilakukan secara mekanis, yaitu mengumpulkan telur dan ulat-ulatnya kemudian langsung membunuhnya. Dapat pula dilakukan dengan pemangkasan daun yang telah menjadi sarang telur ngengat dan membakarnya
b.      Pengendalian dilakukan secara biologis, yaitu dengan cara menyemprotkan Bacillus thuringienis atau Borrelinavirus litura
c.       Pengendalian dilakukan secara kultur teknis , yaitu menjaga kebersihan kebun dari gulma dan sisa-sisa tanaman yang menjadi tempat persembunyia hama, serta melakukan rotasi tanaman.
d.      Pengendalian dilakukan secara kimiawi, yakni sebagai berikut.
1.      Pemasangan sex pheromone, yaitu perangkap ngengat (kupu-kupu) jantan. Sex pheromone merupakan aroma yag dikeluarkan oleh serangga betina dewasa yang dapat menimbulkan rangsangan seksual (birahi) pada serangga jantan dewasa untuk menghmapiri dan melakukan perkawinan sehingga membuahkan keturunan. Sex phermne ini berasal dari Taiwan yang di Indonesia diberi nama “Ugratas” (Ulat Grayak Beratas Tuntas) berwarna “merah”. Sex pheromone ini sangat efektif untuk dijadikan perangkap kupu-kuu dewasa dari ulat grayak (S. litura). Cara pemaagan Ugratas merh in adalah dimasukkan ke dalam botol bekas Aqua volume 500 cc yang diberi lubang kecil untuk tempat masuknya kupu-kupu janta. Satu hektar kebun cabai cukup dipasang 5 buah hingga 10 buh Ugratas merah dengan cara digantungkan sedikit lebih tinggi di atas tanaman cabai. Daya tahan (efektivitas) Ugratas ini ±tiga minggu dan tiap malam bekerja efektif sebagai perangkap ngengat jantan. Keuntungan penggunaa Ugratas ini, antara lain, adalah aman bagi manusia dan ternak, tidak berdampak negatif tehadap lingkungan, dapa meekan penggunaan insektisida tidak menimbulkan kekebalan hama, dan dapat memperlambat perkembangan hama tersebut.
2.      Penyemprotan insektisisda yang mangkus dan sangkil seperti Hostathion 40EC 2 cc/lt atau Orthene 75 SP 1 gr/lt. dapat pula dengan menggunakan pestisida yang lain, misalnya Azodrin, Curracron 500 EC, Exalux 25 EC, dan lain-lain
3.      Pembuatan perangkap ulat grayak, yaitu dengan cara pembuatan parit sepanjang sisi kebun dengan lebar 60 cm dan dalam 45 cm. Ulat grayak yang masuk ke dalam parit dimatikan dengan menggulung kayu bulat yang digerakkan maju mundur di atas ulat grayak. Cara lain adalah paritnya diisi dengan jerami atau bahan lainnya yang mudah terbakar, lalu dibakar hingga ulat grayaknya mati.
4.      Pembersihan gulma supaya tidak menjadi tempat berkembang biak dan berembunyi ngengat dan ulat.
5.      Pengolahan tanah secara baik sehingga dapat membunuh kepompong ulat grayak yang bersembunyi di dalam tanah.




















ORGANISME PENGGANGGU TUMBUHAN
PENYAKIT ANTRAKNOSA OLEH  CENDAWAN COLLETOTRICHUM CAPSICI
PADA TANAMAN CABAI



A.    Arti Penting
Antraknosa pada cabai merupakan penyakit yang paling sering ditemukan dan hampir selalu terjadi disetiap areal tanaman cabai. Penyakit Antraknosa ini disebabkan oleh cendawan Colletotrichum capsici (Syd.) Bult.et.Bisby. Penyakit ini selain mengakibatkan penurunan hasil juga dapat merusak nilai estetika dari cabai itu sendiri. Serangan patogen ini dapat terjadi baik sebelum maupun setelah panen. Penurunan hasil akibat antraknosa dapat mencapai 50 persen atau lebih.
Klasifikasi cendawan Colletotrichum capsici pada tanaman cabai (Capsicum annum) adalah sebagai berikut :
Kingdom   : Fungi
Divisio       : Achomycota
Kelas         : Sodaliomychetes
Ordo          : Phyllachorallet
Famili        : Phyllachoraceae
Genus        : Colletotrichum
Spesies      : Colletotrichum capsici
Cendawan Colletotrichum capsici yang terdapat pada tanaman Cabai (Capsicum annum) ini mampu bertahan dalam biji, sehingga peyebarannya melalui biji yang dijadikan benih (seed borne diseases). Cendawan antraknosa memiliki kemampuan bertahan di tanaman inang yang terinfeksi atau batang cabai yang terinfeksi.
Pada umumnya cendawan ini menginfeksi semai yang tumbuh dari biji buah yang sakit.  Cendawan ini juga menyerang daun dan batang, hingga buah tanaman dan dapat mempertahankan dirinya dalam sisa-sisa tanaman sakit. Penyakit ini sangat berbahaya dan memiliki daya merusak berat terhadap produksi. Selain itu, penyakit ini bersifat laten, yakni mampu bertahan lama dalam jaringan tanaman dalam betuk acervuli yang kemudian dapat ditumbuhi mycelium. Spora penyebab antraknosa memiliki zat perekat, sehingga dengan mudah dapat melekat dan berpindah melalui pekerjaan peralatan pertanian, udara, dan angin. Selain kemampuan menyebar yang cepat, populasi penyakit ini mampu bertahan dalam tanah. Spora ditanaman inang akan cepat berkecambah dan melakukan infeksi dalam waktu yang singkat, yakni sekitar 5 hari.

B.     Gejala
Cendawan Colletotrichum capsici dapat menginfeksi cabang, ranting, daun dan buah. Infeksi pada buah terjadi biasanya pada buah menjelang tua dan sesudah tua. Gejala diawali berupa bintik-bintik kecil yang berwarna kehitam-hitaman dan sedikit melekuk. Serangan yang lebih lanjut mengakibatkan buah mengerut, kering, membusuk dan jatuh. Keberadaan penyakit busuk buah terutama dipicu oleh iklim mikro di pertanaman yang lembap, temperature tinggi, cuaca berkabut, dan berembun.
Bercak berbentuk bundar atau cekung dan berkembang pada buah yang belum dewasa/matang dari berbagai ukuran. Biasanya bentuk bercak beragam pada satu buah cabai. Ketika penyakit mengeras, bercak akan bersatu. Massa spora jamur berwarna merah jambu ke orange terbentuk dalam cincin yang konsentris pada permukaan bercak. Bercak yang sudah menua, aservuli akan kelihatan. Dengan rabaan, akan terasa titik-titik hitam kecil, di bawah mikroskop akan tampak rambut-rambut halus berwarna hitam. Spora terbentuk cepat dan berlebihan dan memencar secara cepat pada hasil cabai, mengakibatkan kehilangan sampai 100%. Bercak dapat sampai ke tangkai dan meninggalkan bintik yang tidak beraturan berwarna merah tua dengan tepinya berwarna merah tua gelap.
Mekanisme cendawan Colletotrichum capsici menyerang pada tanaman Cabai (Capsicum annum)  adalah cendawan pada buah masuk ke dalam ruang biji dan menginfeksi biji.  Kelak cendawan menginfeksi semai yang tumbuh dari biji buah yang sakit.  Cendawan menyerang daun dan batang, kelak dapat menginfeksi buah-buah.  Cendawan hanya sedikit sekali mengganggu tanaman yang sedang tumbuh, tetapi memakai tanaman ini untuk bertahan sampai terbentuknya buah hijau. Tetapi kelak setelah buah dipetik, karena kelembaban udara yang tinggi selama disimpan dan diangkut, cendawan akan berkembang dengan cepat.  Selain itu, cendawan dapat mempertahankan diri dalam sisa-sisa tanaman sakit. Seterusnya konidium disebarkan oleh angin.
Jadi dapat disimpulkan, gejala yang tampak pada serangan penyakit antraknosa diantaranya:
-          Biji gagal berkecambah
-          Batang kecambah rapuh, sehingga mudah rebah
-          Pucuk mati dan infeksinya menjalar ke bagian bawah. Pada tahap awal, batang dan daun berwarna cokelat, lalu batang mengering dan berwarna cokelat gelap kekeringan. Di bagian yang terserang terlihat kulit batang membentuk tonjolan kecil.
-          Bercak di permukaan kulit buah melesak kedalam daging buah dan membentuk lingkaran seperti terkena sengatan terik matahari. Selain itu, terlihat busuk basah seperti lem yang berwarna kehitaman disertai munculnya tonjolan berupa rambut hitam
-          Serangan terjadi menjelang buah masak. Saat panen, buah cabai masih terlihat baik, tetapi beberapa hari kemudian cenderung terjadi pembusukan secara drastis.

C.    Biologi (Ciri-ciri Karakteristik) Cendawan Colletotrichum capsici
Cendawan Colletotrichum capsici ini mempunyai ciri morfologi yang struktur tubuhnya sangat kecil dan hidupnya sebagai parasit obligat merupakan sifat jamur yang hanya dapat hidup pada inangnya saja, serta mempunyai habitat yang sangat luas penyebarannya sampai keseluruh bagian tumbuhan.
Pertumbuhan awal cendawan Colletotrichum capsici membentuk koloni miselium yang berwarna putih dengan miselium yang timbul di permukaan. Miselium terdiri dari beberapa septa, inter dan intraseluler hifa. Kemudian secara perlahan-lahan miselium berubah menjadi hitam dan akhirnya berbentuk aservulus. Aservulus dan stroma pada batang berbentuk hemispirakel dan ukuran 70-120 µm. Seta menyebar, berwarna coklat gelap sampai coklat muda, serta terdiri dari beberapa septa dan ukuran +150 µm. Aservulus ditutupi oleh warna merah muda sampai coklat muda yang sebetulnya adalah massa konidia. Konidia berada pada ujung konidiofor. Konidia berbentuk hialin, uniseluler, ukuran  17-18 x 3-4 µm. Konidia dapat berkecambah pada permukaan buah yang hijau atau merah tua. Tabung kecambah akan segera membentuk apresorium.
Siklus hidup cendawan Colletotrichum capsici adalah sebagai berikut :



D.    Faktor yang Berpengaruh Terhadap Perkembangan Cendawan Colletotrichum capsici
Untuk pertumbuhan cendawan Colletotrichum capsici sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor lingkungan, salah satunya adalah pH. pH sangat penting dalam mengatur metabolisme dan sistem-sistem enzim,  bila terjadi penyimpangan pH, maka proses metabolisme cendawan dapat terhenti. Sehingga untuk pertumbuhan maksimal cendawan diperlukan pH yang optimum. pH optimal untuk pertumbuhan cendawan Colletotrichum capsici  yang baik adalah pH 5-7.
Suhu optimum untuk pertumbuhan cendawan ini antara 24-30ºC dengan kelembaban relatif antara 80-92 %. Penyakit kurang terdapat pada musim kemarau dan lahan yang mempunyai drainase baik.  Penyakit dapat dibantu oleh angin dan hujan untuk penyebaran konidia. Keberadaan penyakit ini terutama dipicu oleh iklim mikro di pertanaman yang lembap, temperature tinggi, cuaca berkabut, dan berembun.


E.     Pengendalian Cendawan Colletotrichum capsici
Pengendalian yang dapat dilakukan pada tanaman cabai yang terserang Collectotrichum capsici yaitu :
1.      Tanam cabai di lahan yang bebas dari pathogen , baik yang di persemaian maupun di lapangan produksi
2.      Rendam benih dalam air hangat (55° C) dan fungisida sistemik sebelum disemai.
3.      Jangan menanam cabai di lahan bekas pertanaman cabai atau komoditas yang sefamili dengan cabai, seperti tomat, terung, dan tembakau
4.      Lakukan pergiliran tanaman
5.      Amati gejala serangan penyakit dan segera musnahkan tanaman yang terserang penyakit, misalnya dengan membakar tanaman tersebut
6.      Musnahkan tanaman inang yang menjadi sumber penyakit ini, seperti Borreria sp. Dan Gromerila singulata.
7.      Semprot tanaman dengan fungisida sehingga tanaman terhindar dari serangan, terutama pada fase pematangan buah
8.      Tanam varietas yang toleran terhadap antraknosa. Sampai saat ini belum ada varietas yang tahan terhadap penyakit antraknosa 
9.      Sanitasi.
10.  Memperbaiki pengairan.
11.  Menggunakan benih sehat.
12.  Memanfaatkan Trichoderma dan Gliocladium serta dapat pula dengan menggunakan varietas tahan.










DAFTAR PUSTAKA

Agromedia. 2008. Panduan Lengkap Budi Daya dan Bisnis Cabai. Jakarta Selatan : PT Agromedia Pustaka.
Cahyono, Bambang. 2003. Cabai Rawit Teknik Budidaya & Analisis Usaha Tani. Yogyakarta : Penerbit Kanisius.
Pracaya. 2007. Hama dan Penyakit Tanaman Edisi Revisi. Jakarta: Penebar Swadaya.
Rahmawati, Reny. 2012. Cepat & Tepat Berantas Hama & Penyakit Tanaman. Yogyakarta : Penerbit Pustaka Baru Press.
Rukmana, Rahmat. 1996. Cabai Hibrida Sistem Mulsa Plastik. Yogyakarta : Penerbit Kanisius.
Semangun, H. 1989. Penyakit-Penyakit Tanaman Hortikultura di Indonesia. Yogyakarta : Gama Press.